Gembrung Kibar Madiun
apa itu Gembrung Kibar Madiun ? Gembrung kibar madiun adalah salah satu Tarian Islam
Secara etimologi kata “gembrung” tidak memliki makna yang jelas dan baku. Istilah ini mengacu pada kesenian dari daerah Madiun dan sekitarnya. Bentuknya sya’iran berbahasa Jawa yang dinyanyikan oleh beberapa orang, diiringi (disenggaki) oleh penjawab sya’ir, sekaligus ada iringan seperangkat alat musik tradisional. Alat terdiri dari terbang, ketipung, dan kendang. Kesenian ini biasanya ditampilkan selama tiga jam.
Istilah “gembrung” sendiri berasal dari bunyi musik tersebut, ketika terbang ditabuh menghasilkan bunyi: brung. Konon, model shalawat gembrung sudah ada sejak masa ke-Wali-an sekitar abad 14-15 M. Kemungkinan besar kesenian ini dirintis oleh Sunan Bonang, mungkin juga oleh Sunan Kalijaga. Pendapat tersebut didukung oleh bukti bahwa alat-alat musik gembrung kemungkinan merupakan modifikasi dari bedug.
Seni ini diwariskan secara turun-temurun dari kecamatan Jetis, Ponorogo dan Kecamatan Dagangan, Madiun. Oleh karena itu penyebaran seni ini di Jawa timur bisa ditemukan di daerah Madiun dan sekitarnya. Hal ini misalnya ditemukan pada Paguyuban Shalawat Gembrung Sakti di desa Klorogan, Maduin, juga Paguyuban Gembrung di desa Siman, Ponorogo, bahkan sampai Panekan, Magetan. Kesenian ini biasanya ditampilkan saat acara syukuran, aqiqahan, sunatan (khitanan), Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, pernikahan, dan lain sebagainya. Tujuan kesenian ini adalah menghibur masyarakat, serta syi’ar Islam, hal ini bisa dilihat dari sya’ir-sya’ir yang dilantunkan.
Jenis lagu yang dilantunkan ada tiga macam, pertama, sya’ir maulid yang dibaca dari kitab al-Barjanji dengan adaptasi dan modifikasi sya’ir-sya’ir berbahasa Jawa. Kedua, Jamjanen, dengan irama meliuk-liuk (jw. ngelik) yang dinisbatkan kepada pengarang Sya’ir Shalawat Jamjanen yaitu Kyai Jamjani dari Tegalsari, Jetis, Ponorogo. Ketiga, adalah Shalawat Khataman Nabi yang diambil dari bait pertama shalawat ini:
Khataman Nabi Rasulullah
Musthofallohe Muhammad…..
salah satu Cuplikan dan Gerakan Gembrung Kibar Madiun
salah satu Cuplikan dan Gerakan Gembrung Kibar Madiun
Namun pada perkembangannya hanya yang ketigalah yang masih eksis di masyarakat, karena yang pertama dan kedua sudah ditinggalkan. Hal ini disebabkan oleh begitu sulitnya cengkok dan tingginya nada yang harus dialunkan.
Naskahnya sya’irnya sendiri pada awalnya bertuliskan huruf Arab Pegon, seperti naskah versi Banjarsari yang menunjukkan tahun penulisan 1792 tahun Jawa. Pada awal pembukaan tertulis:
“Tatkala wiwit sinurat; Ing dinten Sumawarcitra; Kaping sanga tanggalira; Ing sasi Sapar Be warsa; Sinengkalan angkanira; Nembah terus guru lan nata; Mangsa katiga wukunya; Wayang Wuryan lambangnya.” [Ketika awal penulisan; Pada hari Senin; Pada tanggal sembilan; Pada bulan Sapar tahun Be; Sengkala angkanya adalah; Nembah terus guru lan nata; Pada mangsa ketiga, dan wukunya adalah; Wuku Wayang dan lambangnya bintang Wuryan.]
Berdasarkan simbol sengkala dalam naskahnya yaitu:
Nembah Terus Guru lan Nata
2 9 7 1
Dari keterangan di atas bisa dilihat bahwa pembuatan naskah ini pada tanggal sembilan, hari Senin, wuku Wayang, Bulan Sapar, tahun 1792 Be. Meskipun pada naskah tersebut tidak disebutkan jenis tahun yang dipakai tapi penulis berasumsi bahwa tahun tersebut adalah tahun Jawa bertepatan dengan tahun 1863 M dan 1260 H.
Contact Person :
Febriana Fitri Nur Alifah S.Pd
Youtube : https://www.youtube.com/channel/UCCzaVab1H-va9B2NzAMMY8g/videosFebriana Fitri Nur Alifah S.Pd